Syafakillah..
Assalamualaikum wr. wb...
Semoga Menjadi salah satu panduan di kala sakit :
Orang yang sedang ditimpa penyakit tidak perlu dicekam rasa takut selama
ia mentauhidkan Allah dan menjaga shalatnya. Bahkan, meskipun di masa
sehatnya ia banyak berkubang dalam dosa dan maksiat, karena Allah itu
Maha Penerima taubat sebelum ruh seorang hamba sampai di kerongkongan.
Dan sesungguhnya di balik sakit itu terdapat hikmah dan pelajaran bagi
siapa saja yang mau memikirkan-nya, di antaranya adalah:
1. Mendidik dan menyucikan jiwa dari keburukan.
Allah I berfirman, artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahan mu).” (QS asy Syura: 30). Dalam ayat
ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa
musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita.
Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:
”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin
hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni
kesalahan-kesalahan nya dengan semua itu.” Dalam hadits lain beliau
bersabda: “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga,
harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak
mempunyai dosa.” Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena
musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di
hari kiamat dalam keadaan pailit.”
2. Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.
Itu merupakan balasan dari sakit yang diderita sewaktu di dunia, sebab
kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan
berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya. Nabi bersabda,
”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Dan
dalam hadits lain disebutkan, ”Kematian adalah hiburan bagi orang
beriman.” (HR .Ibnu Abi ad Dunya dengan sanad hasan). At Tirmidzi
meriwayatkan dari Jabir secara marfu’, ”Manusia pada hari kiamat
menginginkan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat
pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.”
3. Allah dekat dengan orang sakit.
Dalam hadits qudsi Allah berfirman: ”Wahai manusia, si fulan hamba-Ku
sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah seandainya engkau
membesuknya niscaya engkau mendapati-Ku di sisinya.” (HR Muslim dari Abu
Hurairah)
4. Sebagai parameter kesabaran seorang hamba.
Sebagaimana dituturkan, bahwa kalau seandainya tidak ada ujian maka
tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan
muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada
kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas ra meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya
pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum
maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas
cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang
berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis
namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu
memunculkan sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang
yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka
dia akan ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah
mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap
ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah saw bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin,
sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh
kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika
ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”
5. Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah.
Wahab bin Munabbih berkata, “Allah menurunkan cobaan supaya hamba
memanjatkan do’a dengan sebab bala’ itu.” Dalam surat Fushilat ayat 51
Allah berfirman, artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada
manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa
malapetaka maka ia banyak berdo’a.”
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh,
tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah)
seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari
lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik
berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan
memohon pertolongan kepada Allah saja sebagiamana dilakukan oleh Nabi
Ayyub p yang berdoa, “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru
Rabbnya, ”(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al
Anbiyaa :83)
6. Memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya.
Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa
takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang
hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat kepada Allah
menjauhkan diri dari kesesatan. Amat banyak hamba yang setelah di timpa
sakit ia mau memulai bertanya persoalan agamanya, mulai mengerjakan
shalat dan berbuat kebaikan, yang kesemua itu tak pernah ia lakukan
sebelum menderita sakit. Maka sakit yang dapat memunculkan
ketaatan-ketaatan pada hakekatnya merupakan kenikmatan baginya.
7. Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala.
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah
maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya
dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa
sakit, mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap, dahak dan terpaksa
harus lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat
dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian,
terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat
sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk
dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk
menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan
Allah dan sesama manusia?
8. Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah.
Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena
menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat.
Apalagi pada penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana
kemari namun tak kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini
satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga
ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini
kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam
keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan
permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat
kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan
sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
9. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah saw
bersabda, ”Barang siapa yang dikehen-daki oleh Allah kebaikan maka Allah
akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR Bukhari). Seorang mukmin
meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya
tetap sehat.
10. Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit.
Meskipun ia tidak lagi dapat melakukannya atau dapat melakukan namun
tidak dengan sem-purna. Hal ini dikarenakan seandainya ia tidak
terhalang sakit tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka
sakinya tidaklah menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk
melakukan amalan. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (orang yang
sakit) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan
tersebut. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin
Amr dari Rasulullah n, ”Tidak seorangpun yang ditimpa bala pada
jasadnya melainkan Allah memerintah-kan kepada para malaikat untuk
menjaganya, Allah berfirman kepada malaikat itu, “Tulislah untuk hambaKu
siang dan malam amal shaleh yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih
dalam perjanjian denganKu.”
11. Sakit dapat menghantarkan ke manzilah (kedudukan) tertentu di Surga.
Terkadang seorang hamba memiliki manzilah di Surga, akan tetapi amalnya
tidak dapat mengantarkannya ke sana maka Allah menimpakan kepadanya
berbagai ujian secara bertubi-tubi sehingga sampailah ia kepada manzilah
tadi, sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Ibnu
Hibban dari Abu Hurairah.
12. Dengan sakit akan diketahui besarnya makna sehat.
Jika seseorang selalu dalam keadaan sehat maka ia tidak akan mengetahui
derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu
pula besarnya nikmat yang ia peroleh.
Maka ketika seorang hamba sakit, ia ingin agar bisa segera pulih
sebagaimana kondisi semula ketika sehat, sebab setelah sakit itulah ia
akan tahu apa artinya sehat..Hendaknya seorang hamba bersabar dan memuji
Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun ia sedang sakit maka
tentu masih ada orang lain yang lebih parah, dan jika tertimpa kefakiran
maka pasti ada yang lebih fakir lagi. Hendaknya ia melihat sakit yang
diderita dengan nikmat yang telah diterima dan dengan memikirkan faedah
dan manfaat dari sakitnya. Dalam urusan agama seseorang harus memandang
yang diatasnya agar tidak merasa bahwa dirinyalah orang yang terbaik,
sedang dalam urusan dunia ia harus memandang orang yang ada di bawahnya
agar menimbulkan rasa syukur dan melahirkan pujian kepada Allah.
13. Bagi seorang hamba (muslim) sakit merupakan rahmat bukan siksa.
Firman Allah, artinya. “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu
bersyukur dan beriman Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha
Menge-tahui.” (QS. an Nisaa:147) Akan tetapi kebanyakan manusia tidak
mengenal Allah dan hikmahNya, meskipun demikian Allah tetap
menyayanginya karena itu semua disebabkan ketidak tahuan, kelemahan dan
kekurangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar