LDR atau biasa disebut Long Distance relationship
memang sangat rentan bagi mereka yang menjalani hubungan seperti ini.
Resiko yang saya maksudkan dalam hal ini adalah kurangnya frekuensi
pertemuan dan pentingnya untuk menjaga rasa saling percaya antar
pasangan dan tak jarang perasaan saling curiga merupakan pemicu utama
pasangan yang memilih hubungan LDR.
Tulisan ini saya buat karena berdasarkan pengalaman pribadi. Baru
beberapa menit yang lalu saya membuka kaskus pada forum H2H alias Heart
to Heart. Ternyata disana banyak sekali permasalahan tentang hubungan
jarak jauh. Bagi saya pribadi sangat setuju dengan salah satu pendapat
moderator yang memberikan saran pada beberapa orang yang bermasalah
tentang LDR satu baris kalimat yang membuat saya kembali merenung dan
meng-kroscek kembali apa yang ada didalam hati dan apa yang saya
inginkan dalam hubungan LDR.
Satu statement yang simple dan tegas menurut saya.. “ LDR is about COMMITMENT not LOVE”. Mungkin bagi sebagian orang yang membaca tulisan saya ini akan protes dan berujar “Loh bukan dalam suatu hubungan memang harus ada cinta?kalau tidak ada cinta rasanya bukan pacaran..”
Ya pendapat yang seperti itu bisa dibenarkan . mengapa komitmen dan
bukan cinta? Karena bagi saya cinta mudah menghilang, mudah pudar dan
pupus dengan hadirnya orang baru yang “mungkin” lebih baik, apalagi jika
menemukan orang yang baru kita mulai membanding – bandingkan pasangan
kita dengan orang tersebut. Kurangnya komunikasi dan salah paham
merupakan masalah utama dalam hubungan jarak jauh. TAPI jika pasangan kita maupun diri kita sendiri sudah BERKOMITMEN
, maka semua godaan yang ada akan berlalu begitu saja dan hubungan kita
menjadi tidak tergoyahkan. Komitmen adalah sesuatu yang dipercaya,
diperjuangkan dan dicapai bersama. Itulah mengapa komitmen kadang lebih
kuat dalam mengikat pasangan daripada cinta.
Saya beri contoh, jika dalam hal berpacaran saja kita sudah berani
melakukan selingkuh dengan berbagai alasan jika pasangan kita sudah
tidak memberikan perhatian. Apakah itu alasan yang logis? Bagaimana
jika sudah menikah? Apa kata – kata ini akan digunakan sebagai pembelaan
kita terhadap pasangan?dan wajarkah itu? Setelah dipikir – pikir dan
berdasarkan prinsip saya sendiri. Kata – kata seperti itu tidak layak
dan sangat kekanak – kanakan. Bukan seharusnya kata – kata yang keluar
dari sebuah hubungan yang dewasa.
Lalu bagaimana cara menanggapi hal seperti ini?bagaimana jika
pasangan kita yang bersikap seperti itu? Saat – saat seperti itu tidak
bisa saling menyalahkan hanya untuk kepentingan dan keegoisan masing –
masing dan tunjuk – menunjuk salah satu pihak yang salah. Disaat
seperti itulah kita diajak untuk lebih dewasa, mendinginkan sejenak
keegoisan, perasaan labil dan perasaan marah. Wah koq bisa muncul kata
“labil”. Hmm.. kata labil lebih dikhusukan kepada mereka yang belum bisa
menentukan dan mengetahui hubungan bagaimana yang dijalani bersama
pasangan/pacar.
Harusnya jika memiliki masalah dan komunikasi yang buruk, maka
dibicarakanlah selayaknya orang dewasa. Saatnya mengintrospeksi diri
masing – masing. Jangan berharap karena sudah CINTA maka semuanya akan
baik – baik saja. Berpikirlah dengan logika dan bukan hanya memberikan
perasaan menuntun kita, jika kearah lebih baik mungkin akan baik, tapi
bagaimana jika sebaliknya?jika itu yang kita rasakan, berarti kita belum
siap untuk berkomitmen. Belum siap untuk menghadapi hal – hal yang
tidak mengenakan dalam sebuah hubungan. Maunya enak melulu, maunya
diperhatikan melulu, dan jika keinginan kita tidak terpenuhi yang ada
adalh emosi, merajuk dan bahkan MEMILIH yang lain untuk memuaskan rasa
“ingin diperhatikannya”.
Jujur saya manusiawi ketika merasa kesepian, dan merasa hadirnya teman –
teman cukup terobati meskipun tak sebersitpun keinginan untuk
meninggalkan dia karena sudah bosan, jenuh dengan sikapnya. Sampai saya
berpikir sendiri, apakah yang saya lakukan benar?hanya mencari pelarian
dan kesibukan sesaat dan akhirnya sikap saya sendiri sudah menjadi FOTO
COPY dari pacar saya, sehingga terkesan saling cuek dantidak peduli
mungkin menyakiti hatinya dengan sikap saya seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar